INDONESIA MEMIMPIN SIDANG PARLIAMENTARY EVENT PADA SIDANG KE 56 PBB COMMISSION OF THE STATUS OF WOMEN, NEW YORK, 29 PEBRUARI 2012

07-03-2012 / B.K.S.A.P.

Walaupun ditandai dengan perubahan politik yang cukup dramatis dan tranformasi ke arah demokrasi, namun belum ada kemajuan yang signifikan untuk partisipasi perempuan di politik dan sayangnya ada kecenderungan kurangnya global political will untuk merubah status quo ini.

Hal tersebut diatas merupakan temuan IPU dalam Annual Study on Women Parliamentarians yang diluncurkan pada saat Sidang tahunan parlemen joint event antara Inter-Parliamentary Union (IPU) dan UN Women dalam rangka sesi ke 56 Commission on the Status of Women di New York pada akhir Pebruari 2012.  Sidang joint event IPU dengan PBB sendiri memfokuskan pada tema empowering rural women: what role for parliaments? Indonesia, dalam hal ini, Dr Nurhayati Ali Assegaf, Wakil Ketua Badan Kerjasama Antar Parlemen DPR RI, yang juga President of Women Parliamentarians of IPU,memimpin seluruh sesi sidang yang dihadiri oleh 38 parlemen dan 10 organisasi internasionalDalam pertemuan ini parlemen menegaskan langkah-langkah yang harus dilakukan untuk memajukan pemberdayaan perempuan di pedesaan, meminta komitmen pemerintah dan stake holder untuk penguatannya.

Sesi pertama  parliamentary event ini dihadiri oleh Ms. Michelle Bachelet, UN Under-Secretary General and Executive Director of UN Women, dan Presiden IPU, Mr. Abdelwahad Radi. Sedangkan Chair of the Commission of the Status of Women, H.E. Ms. Marjon V. Kamara hadir pada pembukaan sesi kedua. Dr Nurhayati Ali Assegaf membuka sidang dengan menyatakan bahwa terdapat kaitan yang sangat erat antara pemberdayaan perempuan pedesaan dengan pencapaian Millenium Development Goals (Tujuan Pembangunan Milenium). Dalam kaitan ini, kerjasama UN dengan pemerintah, dan IPU dan parlemen Negara anggotanya menjadi sangt penting.  Terdapat urgensi kepentingan untuk meninjau kembali, mengubah dan menghapus perangkat hokum dan kebijakan yang diskriminatif terhadap perempuan. kapasitas anggota parlemen untuk melakukan legislasi, memonitor penegakan hukum, membentuk kebijakan publik, serta menyetujui anggaran, akan menentukan realisasi kesepakatan di tingkat global terkait perempuan pedesaan.

Sejumlah panelis memberikan  pandangan mulai dari Ketua Parlemen Uganda, Mme Rebecca Kadaga, hingga Ketua-ketua badan di PBB. Delegasi Indonesia, Dra. Harbiah Salahuddin, MSi, Anggota BKSAP dari F PG, menyampaikan dalam forum, berbagai inisiatif Indonesia dalam akses layanan kesehatan untuk perempuan pedesaan dan pemberdayaan politik perempuan pedesaan. Indonesia menyampaikan sudah adanya Asuransi Melahirkan yang mencakup layanan kontrasepsi, counseling, serta layanan kesehatan bagi bayi baru lahir. Asuransi ini  merupakan alternative mengatasi keterbatasan ekonomi dan kesulitan lokasi. Mengenai pemberdayaan politik perempuan pedesaan, Indonesia menyatakan bahwa desentralisasi kekuasaan telah memberikan kesempatan bagi rakyat untuk ikut ambil bagian dalam penyusunan kebijakan dan memonitor kebijakan pemerintah, termasuk peningkatan peran perempuan pedesaan. Hal demikian memberikan kesempatan bagi perempuan pedesaan untuk terlibat secara langsung dalam proses penyusunan kebijakan.

Lebih lanjut Dra. Harbiah Salahuddin, MSi menyampaikan bahwa tidak ada diskriminasi untuk perempuan dalam perundangan di Indonesia, namun diakui pengawasan perlu ditingkatkan di tingkat implementasi.

Pertemuan tersebut menyepakati bahwa peningkatan partisipasi perempuan saja tidak cukup, guna memastikan kepentingan perempuan pedesaan diakomodasi perlu upaya-upaya peningkatan representasi perempuan di semua tingkat. penguatan keterlibatan perempuan di politik disebutkan seperti melalui peraturan hukum, seperti reserved seat (jatah kursi) maupun candidate quotas (kuota dalam list calon); capacity building; gender sensitive action; sampai ke mendorong partai politik untuk membuat aturan mengenai mengalokasikan pendanaan untuk caleg perempuan, pemilihan kandidat (recruitment), dan kuota di partai.

Selain memimpin Sidang Parliamentary Event, Dr. Nurhayati Ali Assegaf melakukan pertemuan dengan Rabbi Michael Weisser dalam rangka mencari dukungan untuk pembebasan Ketua Parlemen (Palestinian Legislative Council)  Palestina, Mr. Abdel Aziz Dweik, yang ditahan di military checkpoint dekat Ramallah, the West Bank.  Selain itu diadakan juga beberapa pertemuan bilateral antara lain dengan USG/Executive Director UN-Women, Ms. Michelle Bachelet, mengenai perkembangan upaya parlemen dalam pemberdayaan perempuan; dengan Chief UN Commission to Combat Desertification (UNCCD) Mr. Melchiade Bukuru (mengingat Indonesia adalah salah satu focal point UNCCD) untuk membahas peran yang bisa dilakukan oleh perempuan dalam upaya mengatasi degradasi tanah dan penggurunan.

BERITA TERKAIT
Perkokoh Komitmen Dukung Palestina, Mardani Temui Organisasi Kemanusiaan Peduli Palestina
04-02-2025 / B.K.S.A.P.
PARLEMENTARIA, Jakarta - Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI semakin memperkuat dukungan terhadap perjuangan Palestina dengan merangkul berbagai...
Guatemala Tertarik Bergabung dalam Grup Kerja Sama Bilateral Indonesia
03-02-2025 / B.K.S.A.P.
PARLEMENTARIA, Jakarta – Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP) DPR RI menyambut baik kedatangan Duta Besar Guatemala untuk Indonesia, Maynor Jacobo...
BKSAP Perkuat Kolaborasi Kemanusiaan untuk Palestina
31-01-2025 / B.K.S.A.P.
PARLEMENTARIA, Jakarta – Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP) DPR RI menggelar pertemuan kedua dengan organisasi masyarakat (ormas) dan lembaga kemanusiaan...
BKSAP Ajak Media Perkuat Diplomasi untuk Perlindungan PMI
30-01-2025 / B.K.S.A.P.
PARLEMENTARIA, Jakarta – Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI mengajak media untuk berperan aktif dalam menyebarluaskan berbagai upaya...